Sebulan terakhir ini, hampir tiap hari gue ke Rumah Sakit Jiwa, tepatnya Rumah Sakit Jiwa Prof.HB.Sa'anin, yang berlokasi di daerah Ulu Gadut, Padang. Tidak, gue belum gila, jangan salah sangka. Gue lagi ada kerjaan di sana, Assessment Implementasi Fraud Control Plan.
Fraud Control Plan..?! Kerjaan apaan tuh?!
Well, Fraud Control Plan/FCP (Program Pengendalian Kecurangan) adalah suatu sistem pengendalian yang dirancang secara spesifik untuk mencegah, menangkal, dan memudahkan pengungkapan kejadian yang berindikasi fraud (kecurangan/penyimpangan). Program ini dirancang untuk melindungi instansi/perusahaan/institusi lain dari kemungkinan kejadian fraud. Jadi, dalam penugasan ini, kami bertindak sebagai konsultan untuk membantu Rumah Sakit Jiwa menerapkan FCP, sebagai upaya mewujudkan Wilayah Bebas dari Korupsi, untuk menuju Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (tsaaaahhhh.....)
Fraud Control Plan..?! Kerjaan apaan tuh?!
Well, Fraud Control Plan/FCP (Program Pengendalian Kecurangan) adalah suatu sistem pengendalian yang dirancang secara spesifik untuk mencegah, menangkal, dan memudahkan pengungkapan kejadian yang berindikasi fraud (kecurangan/penyimpangan). Program ini dirancang untuk melindungi instansi/perusahaan/institusi lain dari kemungkinan kejadian fraud. Jadi, dalam penugasan ini, kami bertindak sebagai konsultan untuk membantu Rumah Sakit Jiwa menerapkan FCP, sebagai upaya mewujudkan Wilayah Bebas dari Korupsi, untuk menuju Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (tsaaaahhhh.....)
Anyway, ini adalah salah satu hal yang gue suka dari
pekerjaan ini. Sebagai Auditor Pemerintah, gue jadi bisa masuk ke berbagai
instansi pemerintah, BUMN/BUMD, BLU-Badan Layanan Umum (seperti Rumah Sakit),
bahkan ke masyarakat, untuk melakukan pengawasan kepentingan pemerintah disana.
Yup, itu artinya kesempatan untuk mempelajari hal-hal baru yang selama ini gue
gak tahu.
Selama penugasan di RSJ, gue jadi tahu “di balik layar”
operasional sebuah Rumah Sakit. Juga ketemu
perawat-perawat (yang sayangnya kebanyakan COWOK kalau di RSJ) dengan segala
ceritanya, seperti keluhan mereka tentang banyaknya pasien yang pup di sembarang
tempat, yang memaksa mereka harus...errr...membersihkannya. Sungguh mulia
perawat-perawat ini. Tidak semua orang rela melayani dan membersihkan pup orang
lain yang bukan siapa-siapa dan tidak dikenalnya.
Gue jadi tahu banyak hal tentang penyakit kejiwaan,
pasien-pasiennya, dan cara penanganannya. Pengalaman yang unik. Tidak setiap hari
gue bisa bebas jalan-jalan keluar masuk bangsal rawat inap, dimana gue bisa
melihat pasien-pasien RSJ menjalani kesehariannya. Bagaimana saat mereka
berinteraksi, apa saja aktifitas mereka, atau bagaimana mereka saat jam makan. Banyak dari mereka terlihat
sangat normal. Biasanya sih, ini adalah pasien yang sakitnya gak terlalu parah.
Tapi, banyak juga yang sudah akut, diam dengan tatapan hampa sambil sesekali
tertawa. Kasihan.
Gue juga jadi punya
kesempatan wawancara (ngobrol) dengan dokter-dokter spesialis kejiwaan. Bebas
nanya segala hal, tentang Operasional Rumah Sakit, dan karena gue iseng, juga
tentang penyakit jiwa dan tetek bengeknya. Dan untuk melakukan itu semua, gue
dibayar. Manissss.... :D
Oke, gak usah kebanyakan preambule. Dalam kesempatan ini, gue pengen share ke kalian, hal-hal unik seputar Rumah Sakit Jiwa dan operasionalnya, yang mungkin tidak semua orang tahu. Gue nggak bermaksud Sotoy, baik soal operasional Rumah Sakit, maupun tentang kejiwaan itu sendiri. Gue cuma mau berbagi fakta-fakta di RSJ yang menurut gue menarik, dan gue sendiri baru tahu. Hal-hal yang ketika kita tahu membuat kita bilang.. “Oh, ternyata gitu tooo....”.
Apa aja..?! Well, check this out...
1. Rumah Sakit Jiwa tidak melulu cuma menangani orang gila.
1. Rumah Sakit Jiwa tidak melulu cuma menangani orang gila.
Kalau kalian berpikir RSJ itu cuma ngurusin orang-orang gila yang ngomong sendiri dan berlarian bugil kesana kemari tanpa malu, well, kalian salah. Selain ngurusin Orang Sakit Jiwa, RSJ juga memberikan pelayanan-pelayanan untuk “orang normal”. Seperti :
Jenis dan Tarif Layanan Rawat Jalan di RSJ |
- Pelayanan Rawat Jalan. Ini jenis layanan yang biasanya untuk orang-orang “normal", seperti Tes Potensi Akademik, Tes IQ, Konseling, Psikiatri dan lain-lain sejenisnya
- Pelayanan NAPZA. Untuk melayani rehabilitasi pecandu NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lain). Pasien-pasien NAPZA ini biasanya titipan dari Kepolisian, Kejaksaan, BNN, atau Lapas. Tapi ada juga sih, pasien yang memang “sadar” untuk merehabilitasi dirinya dari NAPZA.
- Pelayanan HIV/AIDS. errr..gak harus gue jelasin lah ya soal HIV/AIDS, udah pada tahu kan?! Mungkin karena masih banyak pengidap HIV/AIDS yang dikucilkan oleh lingkungannya, mereka butuh perawatan khusus ala Rumah Sakit Jiwa untuk keseimbangan mentalnya. Ya kali.
- Pelayanan Rehabilitasi Mental. Pasien-pasien Rehabilitasi Mental ini, gak sepenuhnya gila. Mereka bisa saja dulunya pasien yang sudah sembuh kemudian menjalani rawat jalan, atau pasien yang tidak gila tapi punya gangguan mental/kejiwaan, seperti stress akut, depresi, putus asa berkepajangan, trauma, paranoid berlebihan, attention deficit dissorder, dan lain sebagainya. Penyebabnya macam-macam, ada yang gara-gara putus cinta ditinggal kekasih/suami/istrinya (ya...kasihan), Jomblo nggak laku-laku (depresi kali..), Caleg/Cawako/Calon-calon lain yang kalah di pemilu/pilkada/pil-pil lain padahal udah keluar duit banyak hasil ngutang sana sini, pejabat yang kehilangan posisinya, pengusaha yang bisnisnya bangkrut, sampai mahasiswa yang gak lulus-lulus. (haha.. oke,yang terakhir gue bercanda..)
- Pelayanan Penunjang. Seperti misalnya pelayanan apotek, laboratorium, radiologi, pelayanan kesehatan jiwa untuk masyarakat.
Tuh kan, jadi RSJ itu gak melulu cuma melayani Orang Sakit Jiwa. So, kalau kalian mulai merasa tidak bisa meng-handle stress atau depresi ringan, mending buruan konsultasi deh ke Rumah Sakit Jiwa. Sebelum terlambat. Serius.
Sekarang, gue mau bahas para pasien Sakit Jiwa. Ya, mereka itu sangat berbeda dengan pasien Sakit “Umum”. Apa aja bedanya?!
Pertama, gue mau bicara statistik.
Ternyata, dari data RSJ, sekitar 85-90% pasien RSJ itu adalah orang yang (maaf)
kurang mampu dari sisi finansial. Hampir semua Pasien RSJ itu adalah pemegang
kartu jaminan kesehatan untuk gakin (Keluarga Miskin) seperti Jamkesmas atau
Jamkesda. Benang merahnya sih (menurut gue), orang-orang yang (maaf) kurang
mampu, memang cenderung punya masalah yang lebih berat dari orang yang mampu,
yang mungkin, utamanya masalah keuangan. Itu berarti juga, bahwa orang miskin lebih beresiko menjadi gila dengan semua masalah yang
dihadapinya. Ya, minimalnya sih, ketika punya masalah berat, orang mampu bisa
menghibur diri dan mengalihkan perhatian sejenak ke hal-hal menyenangkan yang
bisa didapat dengan rupiah, seperti nonton film, main game, traveling melihat
dunia, nonton bola, karaokean, dan lain sebagainya. Kalau miskin, boro-boro
nonton bioskop, TV aja gak punya. Padahal sih ya, kalau kita pikir-pikir, ada
satu “hiburan” dan jalan mencari ketenangan dari masalah, yang GRATIS dan
sangat bermanfaat serta terbukti ampuh.. IBADAH. Sayang sih ya, gak semua orang
sadar akan hal ini.. (tsaahhhh....tumben omongan gue bener...)
Kemudian, dari segi perlakuannya. Tidak
seperti pasien umum yang malah harus ditungguin keluarganya, Keluarga Pasien
Jiwa justru tidak boleh nungguin selama Pasien Sakit Jiwa (Selanjutnya gue
sebut PSJ aja lah ya.. Capek gue ngetik frase yang sama berulang-ulang...) ini dirawat. Ya iya sih ya, coba bayangin,
PSJ-PSJ ini kan kadang dilepas gitu aja, kalau kalian ada di dalam nungguin
seseorang, ntar kalian dikejar-kejar PSJ satu bangsal repot
juga kan. Apalagi kalau lu cewek, bahaya juga sih. Keluarga PSJ cuma boleh
nengok sesekali, itu pun dibatasi waktunya.
Soal Penanganan dan Pengobatan, mereka juga
lain. Dari hasil wawancara dengan Ketua Komite Medik RSJ yang adalah seorang dokter
ahli kejiwaan, penanganan dan pengobatan PSJ itu harus berkelanjutan. Ada 4
penanganan dasar, yaitu menghardik (memanggil maksudnya), bercakap-cakap,
beraktifitas, dan minum obat teratur. Kalau pasien umum biasanya harus banyak
istirahat selama menjalani perawatan, sebaliknya PSJ malah gak boleh dibiarin
diam. Karena kalau mereka diam, mereka akan mulai melamun, kemudian depresi,
stress, atau berhalusinasi, dan selanjutnya akan mulai bertingkah seolah-olah
mereka adalah Harry Potter dengan sapu terbangnya, atau memainkan gitar dengan
alat pel seperti Rhoma Irama. Yup, you
never know what they will do. Jadi, para PSJ itu harus senantiasa dihardik,
diajak ngobrol, dan disuruh beraktifitas. Macam-macam caranya, kadang diajak
jalan-jalan keliling lingkungan RSJ, senam bareng, joget-joget, nonton kesenian, main
musik, atau bahkan yang konyol, main billiard. Yang terakhir ini kesimpulan
pribadi gue sih, soalnya waktu cek fisik ke gudang RSJ, gue mendapati ada
sebuah meja billiard yang kondisinya masih bagus. Woow...
Meja billiard di gudang RSJ |
Selain itu, mereka harus rutin minum obat,
bahkan ketika sudah boleh pulang dan rawat jalan. Periode minum obat ini bukan
mingguan atau bulanan seperti pasien umum, tapi bisa tahunan. Karena sekali aja
mereka berhenti minum obat, penyakitnya bisa kambuh. Halusinasinya muncul lagi,
depresi lagi, terbang pake sapu lagi. Gue jadi paham, mengapa ada istilah
“Maklum lah, Obatnya lagi habis...” yang terlontar ketika kita melihat teman
kita bertindak tolol dan konyol. Ya, karena itulah yang akan terjadi kalau
seorang PSJ nggak minum obat, gilanya kumat.
Kemudian soal keluarga. Pasien sakit umum,
ketika kemudian diharuskan untuk rawat inap oleh dokter, pastinya keluarganya
berharap dan berdoa bahwa mereka segera bisa lekas pulang dan kembali berkumpul
di rumah seperti sedia kala. Hal ini tidak berlaku untuk (kebanyakan) PSJ,
terutama buat yang Sakit Jiwa-nya udah parah dan menahun. Didukung fakta bahwa
rata-rata PSJ ini dari keluarga yang kurang mampu, hal ini cukup “beralasan”.
Apalagi, seperti yang gue sebut di atas, perawatan untuk PSJ itu harus
berkelanjutan, konsultasi rutin dan minum obat terus, yang artinya, membutuhkan
banyak tenaga dan biaya. Ya, keluarga PSJ ini sudah lelah, kehabisan kesabaran dan
keuangan, untuk “mengurusi” para PSJ ini di rumah. Mereka dianggap beban yang
hanya merepotkan, bahkan tak jarang dianggap aib untuk keluarga.
Dari cerita para pegawai RSJ, banyak sekali keluarga yang tidak menjemput PSJ yang sudah dinyatakan bisa pulang dan rawat jalan. Bahkan, ketika kemudian pihak RSJ mengantar mereka ke rumahnya, mereka enggak mau menerima PSJ itu, bahkan berkata.. “Sudah lah, Pak. Biar aja dia di RSJ terus.. Kami udah capek ngerawat dia...”
Dari cerita para pegawai RSJ, banyak sekali keluarga yang tidak menjemput PSJ yang sudah dinyatakan bisa pulang dan rawat jalan. Bahkan, ketika kemudian pihak RSJ mengantar mereka ke rumahnya, mereka enggak mau menerima PSJ itu, bahkan berkata.. “Sudah lah, Pak. Biar aja dia di RSJ terus.. Kami udah capek ngerawat dia...”
Kasihan ya.
3. Orang gila itu berbahaya, tapi ada yang lebih berbahaya.
3. Orang gila itu berbahaya, tapi ada yang lebih berbahaya.
Orang gila itu berbahaya, tapi ada yang lebih berbahaya bagi para pegawai RSJ. Ya, mereka adalah Pasien rawat inap NAPZA. Dari cerita pegawai RSJ, mereka bahkan meminta secara khusus ada satpam yang menemani petugas piket malam di bangsal rawat inap NAPZA. Karena ternyata, pasien NAPZA yang lagi sakaw, bisa melakukan hal-hal yang lebih berbahaya dari Pasien Sakit Jiwa.
PSJ itu gila. Jadi sekumat-kumatnya, masih bisa ditangani oleh orang waras. Mereka umumnya tidak bisa melawan ketika terpaksa “diringkus” oleh para perawat. Tapi pecandu NAPZA itu nggak gila. Mereka waras. Akan tetapi ketika sakaw, mereka bertindak kayak orang gila, tapi bisa melawan layaknya orang normal. Lebih parahnya, rata-rata pasien NAPZA itu baj**gan, residivis titipan Kepolisian, Kejaksaan, BNN, atau Lapas. Dan karena mereka waras, mereka juga masih sadar dan “butuh” akan nafsu-nafsu mendasar manusia, semisal (maaf) seks. Padahal, tak jarang yang dapat giliran jaga malam adalah perawat wanita. Bahkan mungkin mereka bisa melakukan hal-hal nekat seperti pembunuhan. Sangat berbahaya. Karena itulah, di malam hari, penjagaan di Bangsal NAPZA itu lebih diperketat.
4. Suka-Duka orang-orang di balik layar Rumah Sakit Jiwa
Ya, itu tadi sekelumit hal-hal unik seputar RSJ. Sekarang tiba saatnya gue share cerita suka-duka para pegawai di lingkungan RSJ, baik perawat, dokter, staff sampai manajemen. Ini dia :
-
Menangani PSJ butuh kesabaran ekstra
Yup, direpotkan oleh orang-orang yang kelakuannya menyebalkan itu sudah
sangat menjengkelkan, ditambah mereka itu orang-orang gila. Jadi bisa
dibayangkan, bahwa menghadapi PSJ itu butuh kesabaran yang luar biasa.
Bagaimana tidak, selain kebanyakan mereka itu susah diatur, tak jarang juga
mereka melakukan hal-hal yang sangat absurd. Contohnya seperti yang gue
sebutkan di awal tulisan, pup sembarangan. Kalian punya kucing atau anjing
peliharaan di rumah?! Pernahkah kucing atau anjing kalian pup sembarangan?!
Pernah kan?! Jengkel kan..?! Padahal kalian sayang sama peliharaan kalian
karena mereka lucu, misalnya. Bayangin kalau jadi para perawat ini, mereka
harus ngurusin pup manusia, yang mereka sama sekali gak kenal dan gak sayang
(secara personal), hampir tiap hari, dengan hati ikhlas dan tetap menyungging
senyum. Mulia sekali bukan?!
Contoh lain adalah menangani pasien yang lagi kumat, terus ngamuk. Butuh kesabaran. Karena kalau PSJ kumat trus ditangani pake emosi juga, ngamuknya bisa makin parah. Belum lagi kalau ada pasien yang kabur. Ada. Beneran. Kalau ada yang kabur, dijamin para perawat itu akan kerepotan buat mencarinya. Iya lah, berbahaya kalau mereka dibiarin keluyuran di jalan. Pernah nggak, kalian ketemu orang gila terus dilempar batu atau tokai.. hehe.. :p
Contoh lain adalah menangani pasien yang lagi kumat, terus ngamuk. Butuh kesabaran. Karena kalau PSJ kumat trus ditangani pake emosi juga, ngamuknya bisa makin parah. Belum lagi kalau ada pasien yang kabur. Ada. Beneran. Kalau ada yang kabur, dijamin para perawat itu akan kerepotan buat mencarinya. Iya lah, berbahaya kalau mereka dibiarin keluyuran di jalan. Pernah nggak, kalian ketemu orang gila terus dilempar batu atau tokai.. hehe.. :p
Bayangin
deh kalau jadi para perawat/dokter/staff RSJ ini. Tiap hari berurusan sama orang gila
dengan segala tingkah lakunya, yang pastinya kebanyakan menyebalkan, dengan
tetap menjaga kesabaran dan dengan hati Ikhlas. Sungguh mulia. Makanya, kalau
kalian pengen cari calon suami/istri yang sabarnya kayak tokoh utama di
Sinetron Indonesia, coba pertimbangkan untuk cari perawat/dokter Rumah Sakit
Jiwa.
Kiri : Para Pasien nyanyi bareng..... Kanan : Menenangkan pasien yang lagi ngamuk.. |
-
Biaya operasional dan Piutang tak tertagih RSJ
pasti selalu bengkak
Di atas sudah gue kemukakakan, statistik menunjukkan 85-90% PSJ itu orang
kurang mampu, perawatannya harus berkelanjutan dan minum obat terus, dan
keluarganya banyak yang sudah nggak mau ngurusin. Padahal, Rumah Sakit Pemerintah
itu dilarang menolak menangani pasien, bahkan walaupun mereka tidak punya uang.
Akibatnya jelas, piutang tagihan jasa
medis dan rawat inap membengkak dan tak tertagih.
Beda kalau di Rumah Sakit Umum. Banyak kasus bahwa pasien baru boleh
dibawa pulang setelah keluarga menyelesaikan urusan administrasi dan
pembayaran. Kalau kondisinya seperti ini, pihak keluarga pasti mencarikan dana
dengan segala cara. Lah, kalau di RSJ?! Mau menahan pasien di Rumah Sakit karena
keluarganya gak mau bayar? Keluarganya malah seneng. Beneran. Berikut beberapa
kejadian nyata yang diceritakan oleh para pegawai RSJ..
Cerita 1 : Seorang PSJ sudah diperbolehkan pulang, tapi tetap harus
menjalani rawat jalan, karena belum sembuh total. Total tagihannya 20 juta.
Kakaknya jemput, tapi menyatakan Cuma akan bayar 2 juta.
“ Tagihannya 20 juta. Masa Ibu Cuma bayar 2 juta?!”, kata petugas RSJ
“Terserah mau atau nggak. Pokoknya ini duit 2 juta. Adik saya mau saya
ajak ke Papua. Biar dia bantu saya kerja disana..”, jawab Kakak PSJ.
“Gak bisa dong, Bu...”
“Gak bisa dong, Bu...”
“Yaudah kalau gak mau. Biar aja Adik saya disini. Besok saya berangkat ke
Papua. Entah kapan lagi pulang ke Padang. Terserah Ibu mau apakan Adik saya.
Mau Ibu rawat silahkan, mau Ibu buang di jalan silahkan, mau Ibu suntik mati
juga silahkan..”
Kasihan ya. Dilema buat pihak RSJ. Kalau ditolak, berarti si PSJ akan
tetap di RSJ, dan terus menjadi beban operasional, tanpa ada keluarga yang
menanggung biayanya. Kalau dilepas, akan ada pitang yang tidak akan pernah tertagih
sebesar 18 juta. Akhirnya?! Sama-sama piutang, mending ambil yang terkecil. PSJ
boleh pulang dengan hanya membayar 2 juta dari total tagihan 20 juta.
Cerita 2 : Seorang PSJ yang lagi ngamuk diantar keluarganya untuk
dirawat. Mereka tidak punya Kartu Jamkesmas atau Jamkesda, dan tidak punya uang,
bahkan untuk membayar administrasi pendaftaran sebesar Rp8.000,00. RSJ enggak bisa
menolak, tapi menyarankan, pihak keluarga untuk membawanya pulang dulu, cari
bantuan sosial lewat kelurahan, dan kembali besoknya. Apa yang terjadi
saudara-saudara?! Pihak keluarga meninggalkan PSJ begitu saja di ruang tunggu,
lalu berlalu pulang. Akibatnya?! RSJ harus merawat PSJ tanpa ada yang
menanggung biayanya. Kan gak mungkin PSJ dibiarin gitu aja di ruang tunggu...
Cerita
3 : Seorang PSJ sudah sembuh, tapi tak juga ada keluarga yang menjemput.
Kemudian pihak RSJ mengantarkannya ke rumahnya. Sampai disana, pihak keluarga tidak mau menerimanya kembali. Bener-bener nggak mau. Akhirnya, karena tidak ada yang
menampung, PSJ terpaksa dibawa lagi ke Rumah Sakit. Karena sudah agak sembuh,
oleh Rumah Sakit dia diperbantukan sebagai cleaning service, sebagai kompensasi
semua hidupnya, biaya makan dan menginap di RSJ, ditanggung oleh pihak RSJ.
Entah sampai kapan..
Yup, kira-kira itu aja yang bisa gue ceritakan ke kalian dalam kesempatan kali ini. Hal-hal unik seputar operasional RSJ, dan suka duka-nya, termasuk cerita-cerita pilu para PSJ yang ditelantarkan keluarganya. Orang-orang yang seharusnya membutuhkan perhatian, dukungan, dan kasih sayang untuk bisa kembali pulih dan normal, malah diacuhkan dan tidak dipedulikan oleh keluarga dan orang-orang terdekat. Kasihan dan sangat menyedihkan.
Mungkin banyak di atara kita yang kadang menjadikan orang gila sebagai olok-olokan dan bahan lelucon. Tapi pernahkan kita mencoba untuk berpikir, seandainya kita ada di posisi dia?! Ditelantarkan, diacuhkan, tidak ada yang peduli, menjalani kehidupan seorang diri dan hampa. Think about it, fellas. Benar-salah ataupun waras-gila, hanya Yang Maha Kuasa yang berhak untuk menilai. We’re only human, we don't deserve to judge. Mulailah untuk berempati, meskipun pada orang sakit jiwa. Mereka sesungguhnya, juga tidak mau seperti itu, bukan?!
That’s all for now. Tetep jaga kesehatan kawan, lahir ataupun batin. Kalian gak mau datang ke Rumah Sakit Jiwa sebagai pasien Rawat Inap, kan..?! :D
Blogger Comment
Facebook Comment