Sudah seminggu ini gue sakit gigi. Terasa ngilu di sekitar geraham sebelah kanan. Gue sebenarnya emang punya masalah gigi sensitif, jadi udah biasa ngerasain ngilu. Tapi ini lain. Rasa ngilu yang tajam, senut-senut, dan lama. Apalagi waktu makan, behh..perihh, jendral..!! Awalnya gue cuek aja, gue pikir ntar juga ilang sendiri. Tapi lama-lama, duuhh...gak tahaan...!!
Kebetulan,
sekitar 2 bulan lalu, geraham sebelah kiri pernah mengalami hal serupa.
Waktu gue konsultasi ke dokter gigi, ternyata ada retak kecil, yang
menyebabkan makanan dan minuman langsung tembus ke gusi. Inilah yang
menyebabkan rasa ngilu tadi. Solusinya?! Tambal. Beres sudah. Karena
rasanya hampir sama, gue langsung membuat diagnosis pribadi, bahwa sakit
gigi gue sekarang dikarenakan ada lubang di geraham kanan. Berarti
solusinya juga sama, tinggal tambal, beres. Oke, gue sotoy. Tapi yang
jelas, gue harus ke dokter gigi.
Selama
tinggal di Padang, gue pernah “langganan” di 2 dokter gigi. Dokter
gigi langganan pertama gue laki-laki, umur 30-an, sebut saja drg.A.
Orangnya ramah, hasilnya rapi, dan dia punya kebijakan “after sales
service” yang bagus. Pernah sekali gue nambal gigi, sebulan setelahnya,
tambalannya copot, gara-gara gue gak sengaja gigit makanan terlalu
keras. Waktu gue datang lagi ke dia buat minta tambal ulang, gak
dipungut biaya. Gratis. Masih masa garansi katanya. Kayak beli
elektronik aja, servis gratis selama masa garansi. Hehehe.. However,
meskipun langganan ke drg.A memuaskan, tapi gue gak betah lama-lama.
Alasannya simpel, drg.A sangat ramah dengan pasien, tapi dia gak ramah
sama dompet pasien. Senut-senut gigi gue emang hilang, tapi gantian
kepala gue yang senut-senut lihat tagihan. Hukum pasar, ada kualitas,
ada harga. Ono rego ono rupo, kalau kata orang Jawa. Akhirnya, karena
gue males ngeluarin duit ekstra buat beli paramex setiap selesai
konsultasi ke drg.A, gue memutuskan pindah ke lain gigi, eh, dokter.
Dokter
gigi kedua, sebut saja drg.B, wanita, umur 40-an. Ramah dengan pasien,
serta cukup ramah dengan dompet. Geraham kiri yang gue ceritain di atas,
2 bulan lalu gue “servis” ke dia. Duh, hasilnya mengecewakan. Baru 2
hari, tambalannya rembes, yang membuat rasa aneh obat pemati rasa di
dalam tambalan meluber di mulut. Yang lebih menyebalkan, sebulan
setelahnya, rasa aneh itu muncul terus menerus. Ya, kayaknya tambalannya
jebol. Soalnya setelah itu, kalau dipake buat gigit makanan, bagian itu
sakit lagi. Kayaknya emang harus dibongkar, lalu ditambal ulang.
Okay..I’m off. Gue harus cari dokter gigi baru.
Gue
kemudian dapat rekomendasi dari temen gue Nia, fiskus asli Jawa yang
udah lumutan di Padang. Dia berani mengklaim dokter gigi langganannya
bagus, baik, dan ramah dompet. Sebuah kombinasi yang menggiurkan. Dari
nomor yang gue dapet dari Nia, gue janjian untuk konsultasi kemarin
Senin malam. Mari kita sebut beliau sebagai drg.C. Wanita, usia 40-an.
Setelah perkenalan dan preambule seperlunya, gue mengutarakan masalah gue. Soal sakit yang baru di sekitar geraham kanan, dan sakit yang kembali muncul di bekas tambalan geraham kiri.
“Oke,
yuk kita lihat dulu. Mungkin emang ada lubang di tempat yang baru itu.
Kalau soal yang lama, mungkin tambalannya rusak, jadi lubangnya terbuka
lagi...” kata Ibu Dokter yang baik hati.
Singkat cerita, mulailah drg.C memeriksa gigi gue. Ajaib, gak ditemukan lubang di geraham kanan itu. Utuh, baik-baik aja.
“Kok saya lihat disini gak ada lubang tuh.. Coba sekarang kita lihat yang di bekas tambalan di kiri..”
Lagi-lagi ajaib. Tambalannya masih utuh. Gue protes, “Tapi tiap buat ngunyah sakit, dok. Dua-duanya..”
Dokter
lalu menjelaskan, “Prinsipnya sih sakit gigi itu bisa terjadi karena 2
hal. Yang pertama tentu saja lubang. Yang kedua bisa karena karang gigi
yang udah menumpuk, itu bisa juga menyebabkan ngilu. Kalau soal geraham
kanan, mungkin karang gigi yang jadi penyebabnya. Karena saya lihat tadi
gak ada lubang.”
“Kalau yang kiri??” tanya gue.
“Jadi
tambalan gigi itu 2 lapis. Yang di dalam dan luar. Tadi saya lihat,
tambalan luarnya masih bagus, utuh. Mungkin tambalan di dalamnya yang
rusak. Bagusnya, ini saya kasih obat dulu. Nanti 2-3 hari lagi kita
bongkar, lalu tambal ulang. Sekalian bersihin karang gigi yang mungkin
jadi penyebab sakit di sebelah kanan”
Gue
manggut manggut mendengar penjelasan dokter. Rest of story,
bincang-bincang singkat, menyelesaikan “administrasi” (dalam istilah
lain, bayar tagihan dokter :p), dan undur diri. 2-3 Hari dari sekarang,
baru gue datang lagi untuk eksekusi penanganan yang sudah disepakati.
Oke, jadi begitu. Gigi gue baik-baik saja kalau dilihat dari luar. Tapi di dalam, gue merasakan ngilu yang tajam. Gue jadi inget sama anekdot, lebih baik sakit gigi daripada sakit hati. Ouya?! Mending mana?! Yang jelas sih, ada yang lebih gak enak. Sakit gigi dan sakit hati di saat bersamaan. Ya, kayaknya itu yang lagi gue alami sekarang.
Anyway,
kalau dipikir-pikir, orang sakit gigi punya banyak kemiripan dengan
orang yang lagi sakit hati. Ya kan?! Kalau orang sakit yang lain, dari
mukanya aja udah kelihatan, pucat. Terus bawaannya lemes, gak bergairah.
Tapi kalau orang sakit gigi kan nggak kelihatan, persis dengan orang
yang lagi sakit hati. Tampak baik-baik saja dari luar, tapi diam-diam
menahan rasa sakit yang luar biasa di dalam. Perih. Ngilu. Mungkin
penyebabnya juga sama, lubang atau karang.
Orang
menambal sakit hati dengan berbagai cara. Mengadu kepada Yang Maha
Kuasa, mengalihkan perhatian ke hal-hal yang disukai, mencari kesibukan
di pekerjaan, atau melarikan diri ke sahabat dan teman dekat. Orang
berusaha kuat menghadapi situasi seperti ini. Ya, kebanyakan dari mereka
berhasil dan kembali sembuh, baik-baik saja seperti sedia kala. Tapi
terkadang, kasusnya jadi sama kayak gigi geraham kiri gue. Lubang sudah
ditambal, sembuh, tapi di kemudian hari, rasa sakit itu muncul lagi.
Mungkin masalahnya juga sama. Bukan soal luarnya, tapi apa yang ada di
dalam.
Ya,
segelintir orang hanya berhasil terlihat kuat dari luar, tapi rapuh di
dalam. Terlihat baik-baik saja dan utuh, tapi masih merasakan sakit dan
perih. Sakit itu memang tidak lagi setajam dulu sebelum ditambal. Tapi
sakit itu terkadang masih muncul, ketika dihadapkan pada hal-hal
tertentu. Ahh..kalian pasti paham lah maksud gue, seperti teringat hal-hal yang terjadi dulu, teringat hal-hal yang kurang "ideal" sekarang, macam-macam lah. Sama seperti geraham kiri gue. Hanya sedikit sakit ketika
dipakai mengigit makanan. Sedikit, tapi tetap sakit.
Solusinya?
Sama seperti gigi gue. Bongkar, lalu tambal ulang. Tambalan baru yang
sangat kuat di dalam dan luar, sehingga sakit itu tidak muncul lagi.
Masalahnya, apa semua orang mau melakukannya? Apa semua orang bisa
melakukannya? Membongkar semua kesakitan, cerita, dan tambalan masa lalu,
membuangnya, dan merangkai lagi dari awal sesuatu yang benar-benar baru.
Sesuatu yang akan menjadi penambal luka di masa lalu. Sesuatu yang
kuat, sehingga sakit itu tak lagi mendekat.
Gak semua orang mau melakukannya. Gak semua orang bisa melakukannya. Itulah yang menyebabkan orang-orang ini, masih saja terus merasakan sakit, meski hanya sesaat, meski hanya sedikit. Karena mereka masih terus berharap, tambalan lamanya yang rapuh itu, masih bisa menyelamatkan mereka dari rasa sakit. Ya, mereka terus saja gak rela, gak mau, gak bisa, membongkar luka lama mereka, melupakan kejadian menyakitkan masa lalu, membuang semua prahara lama, dan membuka diri untuk sesuatu yang baru. Otherwise, mereka malah bersikap seolah semua baik-baik saja, tapi masih menyimpan luka. Ya, mereka, mungkin termasuk juga gue.
Itu
soal lubang lama. Luka lama. Sakit lama. Bagaimana soal sakit yang
baru? Ya, mungkin juga sama kayak geraham kanan gue. Mungkin sebenarnya
gak ada lubang, itu hanya karang yang menumpuk, yang menyebabkan sakit
dan ngilu.
Mungkin
sebenarnya tidak ada luka, semua baik-baik saja. Hanya kumpulan
masalah-masalah kecil yang dibiarkan, terlalu dipikirkan, dan tidak
dibersihkan secara berkala. Yang kemudian menumpuk di pikiran dan hati,
lalu membusuk menjadi sakit.
Solusinya
mungkin juga sama, bersihkan karang gigi. Ya, bersihkan semua masalah
di hati, jernihkan pikiran, buang kekhawatiran, hapuskan kebencian.
Mungkin sakit itu akan hilang. Mungkin.
Bahkan tepat saat ini, saat gue mengetik tulisan ini, rasa sakit itu masih muncul, tipis dan samar-samar. Ya di gigi gue, ya di hati gue. Perih dan ngilu, gue ingin sakit ini segera berlalu.
Bahkan tepat saat ini, saat gue mengetik tulisan ini, rasa sakit itu masih muncul, tipis dan samar-samar. Ya di gigi gue, ya di hati gue. Perih dan ngilu, gue ingin sakit ini segera berlalu.
Sesuai
rencana, besok gue ke dokter gigi lagi. Membongkar tambalan lama dan
menggantinya dengan yang baru, untuk menyembuhkan sakit gue yang lama.
Juga membersihkan karang gigi, untuk menghilangkan sakit gue yang baru.
Mungkin
solusi yang sama akan gue pakai untuk menyembuhkan hati. Menjernihkan
pikiran, membuang kekhawatiran, dan menghapuskan kebencian, untuk
menghilangkan masalah saat ini.
Lalu,
membongkar semua kesakitan dan tambalan masa lalu, membuangnya, dan
merangkai lagi dari awal sesuatu yang benar-benar baru, untuk
menyembukan luka lama gue. Sayangnya, tidak seperti gigi gue yang akan
dibongkar besok, untuk yang satu ini, gue belum tahu kapan akan gue
bongkar. But, yes, Someday I Will.
Jadi, kalau kalian, mending mana..?!
Sakit gigi atau sakit hati..??!
It’s your choice...
Kalau boleh milih sih, gue gak mau dua-duanya.... :p
(Batusangkar, kota kecil berjarak 102 Km dari Padang; Dini hari, 24 Oktober 2013)
Blogger Comment
Facebook Comment