Rez

Off for a while!

100%

Put your email here if you want:

Comeback Later....
Copyright © Rez

Sakit Gigi dan Sakit Hati


Sudah seminggu ini gue sakit gigi. Terasa ngilu di sekitar geraham sebelah kanan. Gue sebenarnya emang punya masalah gigi sensitif, jadi udah biasa ngerasain ngilu. Tapi ini lain. Rasa ngilu yang tajam, senut-senut, dan lama. Apalagi waktu makan, behh..perihh, jendral..!! Awalnya gue cuek aja, gue pikir ntar juga ilang sendiri. Tapi lama-lama, duuhh...gak tahaan...!!

Kebetulan, sekitar 2 bulan lalu, geraham sebelah kiri pernah mengalami hal serupa. Waktu gue konsultasi ke dokter gigi, ternyata ada retak kecil, yang menyebabkan makanan dan minuman langsung tembus ke gusi. Inilah yang menyebabkan rasa ngilu tadi. Solusinya?! Tambal. Beres sudah. Karena rasanya hampir sama, gue langsung membuat diagnosis pribadi, bahwa sakit gigi gue sekarang dikarenakan ada lubang di geraham kanan. Berarti solusinya juga sama, tinggal tambal, beres. Oke, gue sotoy. Tapi yang jelas, gue harus ke dokter gigi.

Selama tinggal di Padang,  gue pernah “langganan” di 2 dokter gigi. Dokter gigi langganan pertama gue laki-laki, umur 30-an, sebut saja drg.A. Orangnya ramah, hasilnya rapi, dan dia punya kebijakan “after sales service” yang bagus. Pernah sekali gue nambal gigi, sebulan setelahnya, tambalannya copot, gara-gara gue gak sengaja gigit makanan terlalu keras. Waktu gue datang lagi ke dia buat minta tambal ulang, gak dipungut biaya. Gratis. Masih masa garansi katanya. Kayak beli elektronik aja, servis gratis selama masa garansi. Hehehe..  However, meskipun langganan ke drg.A memuaskan, tapi gue gak betah lama-lama. Alasannya simpel, drg.A sangat ramah dengan pasien, tapi dia gak ramah sama dompet pasien. Senut-senut gigi gue emang hilang, tapi gantian kepala gue yang senut-senut lihat tagihan. Hukum pasar, ada kualitas, ada harga. Ono rego ono rupo, kalau kata orang Jawa. Akhirnya, karena gue males ngeluarin duit ekstra buat beli paramex setiap selesai konsultasi ke drg.A, gue memutuskan pindah ke lain gigi, eh, dokter.

Dokter gigi kedua, sebut saja drg.B, wanita, umur 40-an. Ramah dengan pasien, serta cukup ramah dengan dompet. Geraham kiri yang gue ceritain di atas, 2 bulan lalu gue “servis” ke dia. Duh, hasilnya mengecewakan. Baru 2 hari, tambalannya rembes, yang membuat rasa aneh obat pemati rasa di dalam tambalan meluber di mulut. Yang lebih menyebalkan, sebulan setelahnya, rasa aneh itu muncul terus menerus. Ya, kayaknya tambalannya jebol. Soalnya setelah itu, kalau dipake buat gigit makanan, bagian itu sakit lagi. Kayaknya emang harus dibongkar, lalu ditambal ulang. Okay..I’m off. Gue harus cari dokter gigi baru.

Gue kemudian dapat rekomendasi dari temen gue Nia, fiskus asli Jawa yang udah lumutan di Padang. Dia berani mengklaim dokter gigi langganannya bagus, baik, dan ramah dompet. Sebuah kombinasi yang menggiurkan. Dari nomor yang gue dapet dari Nia, gue janjian untuk konsultasi kemarin Senin malam. Mari kita sebut beliau sebagai drg.C. Wanita, usia 40-an.


Setelah perkenalan dan preambule seperlunya, gue mengutarakan masalah gue. Soal sakit yang baru di sekitar geraham kanan, dan sakit yang kembali muncul di bekas tambalan geraham kiri.

“Oke, yuk kita lihat dulu. Mungkin emang ada lubang di tempat yang baru itu. Kalau soal yang lama, mungkin tambalannya rusak, jadi lubangnya terbuka lagi...” kata Ibu Dokter yang baik hati.

Singkat cerita, mulailah drg.C memeriksa gigi gue. Ajaib, gak ditemukan lubang di geraham kanan itu. Utuh, baik-baik aja.

“Kok saya lihat disini gak ada lubang tuh.. Coba sekarang kita lihat yang di bekas tambalan di kiri..”

Lagi-lagi ajaib. Tambalannya masih utuh. Gue protes, “Tapi tiap buat ngunyah sakit, dok. Dua-duanya..”

Dokter lalu menjelaskan, “Prinsipnya sih sakit gigi itu bisa terjadi karena 2 hal. Yang pertama tentu saja lubang. Yang kedua bisa karena karang gigi yang udah menumpuk, itu bisa juga menyebabkan ngilu. Kalau soal geraham kanan, mungkin karang gigi yang jadi penyebabnya. Karena saya lihat tadi gak ada lubang.”

“Kalau yang kiri??” tanya gue.

“Jadi tambalan gigi itu 2 lapis. Yang di dalam dan luar. Tadi saya lihat, tambalan luarnya masih bagus, utuh. Mungkin tambalan di dalamnya yang rusak. Bagusnya, ini saya kasih obat dulu. Nanti 2-3 hari lagi kita bongkar, lalu tambal ulang. Sekalian bersihin karang gigi yang mungkin jadi penyebab sakit di sebelah kanan”

Gue manggut manggut mendengar penjelasan dokter. Rest of story, bincang-bincang singkat, menyelesaikan “administrasi” (dalam istilah lain, bayar tagihan dokter :p), dan undur diri. 2-3 Hari dari sekarang, baru gue datang lagi untuk eksekusi penanganan yang sudah disepakati.


Oke, jadi begitu. Gigi gue baik-baik saja kalau dilihat dari luar. Tapi di dalam, gue merasakan ngilu yang tajam. Gue jadi inget sama anekdot, lebih baik sakit gigi daripada sakit hati. Ouya?! Mending mana?! Yang jelas sih, ada yang lebih gak enak. Sakit gigi dan sakit hati di saat bersamaan. Ya, kayaknya itu yang lagi gue alami sekarang.

Anyway, kalau dipikir-pikir, orang sakit gigi punya banyak kemiripan dengan orang yang lagi sakit hati. Ya kan?! Kalau orang sakit yang lain, dari mukanya aja udah kelihatan, pucat. Terus bawaannya lemes, gak bergairah. Tapi kalau orang sakit gigi kan nggak kelihatan, persis dengan orang yang lagi sakit hati. Tampak baik-baik saja dari luar, tapi diam-diam menahan rasa sakit yang luar biasa di dalam. Perih. Ngilu. Mungkin penyebabnya juga sama, lubang atau karang.

Orang menambal sakit hati dengan berbagai cara. Mengadu kepada Yang Maha Kuasa, mengalihkan perhatian ke hal-hal yang disukai, mencari kesibukan di pekerjaan, atau melarikan diri ke sahabat dan teman dekat. Orang berusaha kuat menghadapi situasi seperti ini. Ya, kebanyakan dari mereka berhasil dan kembali sembuh, baik-baik saja seperti sedia kala. Tapi terkadang, kasusnya jadi sama kayak gigi geraham kiri gue. Lubang sudah ditambal, sembuh, tapi di kemudian hari, rasa sakit itu muncul lagi. Mungkin masalahnya juga sama. Bukan soal luarnya, tapi apa yang ada di dalam.

Ya, segelintir orang hanya berhasil terlihat kuat dari luar, tapi rapuh di dalam. Terlihat baik-baik saja dan utuh, tapi masih merasakan sakit dan perih. Sakit itu memang tidak lagi setajam dulu sebelum ditambal. Tapi sakit itu terkadang masih muncul, ketika dihadapkan pada hal-hal tertentu. Ahh..kalian pasti paham lah maksud gue, seperti teringat hal-hal yang terjadi dulu, teringat hal-hal yang kurang "ideal" sekarang, macam-macam lah. Sama seperti geraham kiri gue. Hanya sedikit sakit ketika dipakai mengigit makanan. Sedikit, tapi tetap sakit.

Solusinya? Sama seperti gigi gue. Bongkar, lalu tambal ulang. Tambalan baru yang sangat kuat di dalam dan luar, sehingga sakit itu tidak muncul lagi. Masalahnya, apa semua orang mau melakukannya? Apa semua orang bisa melakukannya? Membongkar semua kesakitan, cerita, dan tambalan masa lalu, membuangnya, dan merangkai lagi dari awal sesuatu yang benar-benar baru. Sesuatu yang akan menjadi penambal luka di masa lalu. Sesuatu yang kuat, sehingga sakit itu tak lagi mendekat.


Gak semua orang mau melakukannya. Gak semua orang bisa melakukannya. Itulah yang menyebabkan orang-orang ini, masih saja terus merasakan sakit, meski hanya sesaat, meski hanya sedikit. Karena mereka masih terus berharap, tambalan lamanya yang rapuh itu, masih bisa menyelamatkan mereka dari rasa sakit. Ya, mereka terus saja gak rela, gak mau, gak bisa, membongkar luka lama mereka, melupakan kejadian menyakitkan masa lalu, membuang semua prahara lama, dan membuka diri untuk sesuatu yang baru. Otherwise, mereka malah bersikap seolah semua baik-baik saja, tapi masih menyimpan luka. Ya, mereka, mungkin termasuk juga gue.

Itu soal lubang lama. Luka lama. Sakit lama. Bagaimana soal sakit yang baru? Ya, mungkin juga sama kayak geraham kanan gue. Mungkin sebenarnya gak ada lubang, itu hanya karang yang menumpuk, yang menyebabkan sakit dan ngilu.

Mungkin sebenarnya tidak ada luka, semua baik-baik saja. Hanya kumpulan masalah-masalah kecil yang dibiarkan, terlalu dipikirkan, dan tidak dibersihkan secara berkala. Yang kemudian menumpuk di pikiran dan hati, lalu membusuk menjadi sakit.

Solusinya mungkin juga sama, bersihkan karang gigi. Ya, bersihkan semua masalah di hati, jernihkan pikiran, buang kekhawatiran, hapuskan kebencian. Mungkin sakit itu akan hilang. Mungkin.


Bahkan tepat saat ini, saat gue mengetik tulisan ini, rasa sakit itu masih muncul, tipis dan samar-samar. Ya di gigi gue, ya di hati gue. Perih dan ngilu, gue ingin sakit ini segera berlalu.

Sesuai rencana, besok gue ke dokter gigi lagi. Membongkar tambalan lama dan menggantinya dengan yang baru, untuk menyembuhkan sakit gue yang lama. Juga membersihkan karang gigi, untuk menghilangkan sakit gue yang baru.

Mungkin solusi yang sama akan gue pakai untuk menyembuhkan hati. Menjernihkan pikiran, membuang kekhawatiran, dan menghapuskan kebencian, untuk menghilangkan masalah saat ini.

Lalu, membongkar semua kesakitan dan tambalan masa lalu, membuangnya, dan merangkai lagi dari awal sesuatu yang benar-benar baru, untuk menyembukan luka lama gue. Sayangnya, tidak seperti gigi gue yang akan dibongkar besok, untuk yang satu ini, gue belum tahu kapan akan gue bongkar. But, yes, Someday I Will.


Jadi, kalau kalian, mending mana..?!
Sakit gigi atau sakit hati..??!
It’s your choice...

Kalau boleh milih sih, gue gak mau dua-duanya....  :p

(Batusangkar, kota kecil berjarak 102 Km dari Padang; Dini hari, 24 Oktober 2013)
Share on Google Plus
    Blogger Comment
    Facebook Comment